Meluruskan karisma ke jalan yang benar
Hehehehe...judulnya bombastis ya? Ceritanya begini, Honda Karisma kesayangan yang setiap hari setia menemani saya dan isteri ngantor, Jumat malam kemarin menabrak taksi yang berhenti mendadak. Kejadiannya di depan Stasiun Gambir. Bukan saya sih yang mengendarai Karisma ini, tapi adik sepupu saya yang hendak membeli tiket untuk pulang ke Yogya. Tabrakan yang terjadi ini sepertinya cukup keras karena stang kaki tiga dan body karisma saya sampai melenceng ke kanan beberapa senti. Bahkan adik saya sempat terpental dari motor dan jam tangan yang dikenakannya pun pecah. Namun alhamdulillah, adik saya selamat dan tidak apa-apa. Hanya sedikit terkilir, katanya.
Paginya, motor saya bawa ke rumah teman di daerah Kembangan. Saya pikir, motor tidak terlalu parah rusaknya dan masih bisa dinaiki dengan normal sampai di rumah teman. Halah, ternyata stangnya miring. Saya paksakan naik motor tersebut ke rumah teman saya karena mobil Avanza, kendaraan lain yang hanya kami pakai di akhir minggu saja, dibawa oleh isteri. Sampai di rumah teman saya, badan rasanya pegal semua karena bawa motornya seperti orang yang lagi tengeng (karena miring-miring terus. Hahahahaha...)
Dalam perjalanan ke rumah teman di daerah Kembangan, secara tidak sengaja saya menemukan spanduk di sebuah begkel toko seperti ini :
“Wah...kayaknya bagus nih,” pikir saya. Selepas urusan di rumah teman saya tersebut selesai, segera saya arahkan motor ke bengkel tersebut. Sesaaat diperiksa oleh mekanik bengkel yang bersangkutan dan dicoba untuk dikendarai. Komentar mereka, wah kalau ini rusaknya parah mas. Stang segitiga melenceng ke atas dan body motor melenceng beberapa senti ke kanan. Nampaknya tabrakannya cukup keras. Ini harus dibenerin semuanya. Full press body. Okelah, sahut saya. Yang penting bisa dipakai lagi dengan normal. Mekaniknya bilang, pekerjaan ini bisa ditunggu. Biaya totalnya 240 ribu. Hmmm..lumayan mahal nih. Sebelumnya saya dapat info, untuk kerusakan yang sama, jika diperbaiki di daerah Kebun Jeruk Jakarta Barat, ongkosnya sekitar 150 ribuan. Saya katakan di Kebon Jeruk saja cuma 150 ribuan. Kok ini lebih mahal? Kata mekaniknya, di Kebon Jeruk dikerjakan tanpa mesin tapi dengan acara dibakar dan diketok. Alhasil, hasilnya tidak sempurna. Saya pikir, ya sudahlah. Yang penting motor bisa cepat beres dan bisa dipakai menemani aktivitas harian saya. Berikut ini bentuk mesin press yang katanya ditemukan oleh orang Indonesia asli dan sudah dipatenkan :
Sebelum bodi dimasukkan ke dalam mesin press, semua aksesoris yang melekat di motor, dipreteli terlebih dahulu seperti ini.
Setelah itu, barulah body motor dimasukkan ke dalam mesin press. Proses menekuk-nekuk bodi, dibantu dengan mesin hindrolik 20 ton sampai mendapatkan presisi yang persis seperti motor keluar dari pabrik.
Hasilnya memang tidak mengecewakan. Motor kembali seperti semula dan sampai sekarang, sudah normal seperti sedia kala. Karisma saya sudah kembali ke jalan yang benar... ;-)
*note :
Selama hampir 4 tahun, motor Karisma ini belum pernah sekalipun jatuh atau menabrak kendaraan lain. Eh...ndilalah, dipakai adik saya kok ya apesnya langsung babak belur. Hehehehe...nasib..nasib...;-)
3:55 PM | Labels: perjalanan, Tips | 8 Comments
Mempertanyakan aspek perawatan fasilitas publik dan komersial di Indonesia
Belum lepas ingatan setahun yang lalu tentang rubuhnya jembatan gantung di lokasi wisata Baturaden Purwokerto, lagi-lagi kita disuguhi berita tentang jatuhnya plane tower, wahana permainan di Taman Rekreasi Wonderia Semarang yang menyebabkan puluhan orang luka-luka. Setelah itu, insiden jatuhnya lift di Ratu Plaza, menambah panjang deretan daftar fasilitas publik yang diduga kurang perawatan dari pihak pengelola atau tidak digantinya komponen yang sudah aus sehingga menyebabkan jatuhnya korban yang sia-sia.
Rentetan peristiwa ini terus terang menyiutkan nyali saya yang harus sering melakukan perjalanan ke luar kota menggunakan pesawat. Pesawat-pesawat yang sudah tua dan seringnya jatuh ditambah cuaca yang buruk membuat bayangan-bayangan buruk menari-nari dalam imajinasi saya tentang kurangnya perawatan armada-armada tersebut, membuat saya harus sering berdoa selama perjalanan.
Hal ini diperparah dengan salah satu penyakit bawaan saya yaitu takut ketinggian. Bayangan saya jika naik Bianglala atau Kora-Kora di Dufan (dan sejenisnya) adalah, bagaimana kalau tiba-tiba jatuh dari ketinggian akibat tali putus atau patahnya peralatan yang ada akibat sudah aus. Terus terang saya tidak terlalu percaya bahwa fasilitas publik dan komersial di Indonesia dirawat dengan baik dan benar. Mau bilang apa? Korban sudah banyak berjatuhan seperti tautan di awal tulisan di atas.
Mudah-mudahan pengelola fasilitas publik dan komersial di Indonesia sadar bahwa aspek keamanan harus menjadi prioritas utama dalam menjalankan usaha. Perawatan dan pemeliharaan harus rutin dilakukan. Jika memang sudah aus dan saatnya diganti, ya harus diganti supaya tidak ada korban yang jatuh sia-sia lagi. Jika hal ini tidak dilakukan, nampaknya penyakit ketinggian ini akan semakin parah saya idap...;-)
Gambar diambil dari blog mas Enda
12:34 PM | Labels: Opini, perjalanan, politik | 10 Comments