Showing posts with label perjalanan. Show all posts
Showing posts with label perjalanan. Show all posts

Car Free Day of Sunday 19 Oktober 2008 : Jl. Danau Sunter Selatan Jakarta






Meluruskan karisma ke jalan yang benar

Hehehehe...judulnya bombastis ya? Ceritanya begini, Honda Karisma kesayangan yang setiap hari setia menemani saya dan isteri ngantor, Jumat malam kemarin menabrak taksi yang berhenti mendadak. Kejadiannya di depan Stasiun Gambir. Bukan saya sih yang mengendarai Karisma ini, tapi adik sepupu saya yang hendak membeli tiket untuk pulang ke Yogya. Tabrakan yang terjadi ini sepertinya cukup keras karena stang kaki tiga dan body karisma saya sampai melenceng ke kanan beberapa senti. Bahkan adik saya sempat terpental dari motor dan jam tangan yang dikenakannya pun pecah. Namun alhamdulillah, adik saya selamat dan tidak apa-apa. Hanya sedikit terkilir, katanya.


Paginya, motor saya bawa ke rumah teman di daerah Kembangan. Saya pikir, motor tidak terlalu parah rusaknya dan masih bisa dinaiki dengan normal sampai di rumah teman. Halah, ternyata stangnya miring. Saya paksakan naik motor tersebut ke rumah teman saya karena mobil Avanza, kendaraan lain yang hanya kami pakai di akhir minggu saja, dibawa oleh isteri. Sampai di rumah teman saya, badan rasanya pegal semua karena bawa motornya seperti orang yang lagi tengeng (karena miring-miring terus. Hahahahaha...)


Dalam perjalanan ke rumah teman di daerah Kembangan, secara tidak sengaja saya menemukan spanduk di sebuah begkel toko seperti ini :


“Wah...kayaknya bagus nih,” pikir saya. Selepas urusan di rumah teman saya tersebut selesai, segera saya arahkan motor ke bengkel tersebut. Sesaaat diperiksa oleh mekanik bengkel yang bersangkutan dan dicoba untuk dikendarai. Komentar mereka, wah kalau ini rusaknya parah mas. Stang segitiga melenceng ke atas dan body motor melenceng beberapa senti ke kanan. Nampaknya tabrakannya cukup keras. Ini harus dibenerin semuanya. Full press body. Okelah, sahut saya. Yang penting bisa dipakai lagi dengan normal. Mekaniknya bilang, pekerjaan ini bisa ditunggu. Biaya totalnya 240 ribu. Hmmm..lumayan mahal nih. Sebelumnya saya dapat info, untuk kerusakan yang sama, jika diperbaiki di daerah Kebun Jeruk Jakarta Barat, ongkosnya sekitar 150 ribuan. Saya katakan di Kebon Jeruk saja cuma 150 ribuan. Kok ini lebih mahal? Kata mekaniknya, di Kebon Jeruk dikerjakan tanpa mesin tapi dengan acara dibakar dan diketok. Alhasil, hasilnya tidak sempurna. Saya pikir, ya sudahlah. Yang penting motor bisa cepat beres dan bisa dipakai menemani aktivitas harian saya. Berikut ini bentuk mesin press yang katanya ditemukan oleh orang Indonesia asli dan sudah dipatenkan :


Sebelum bodi dimasukkan ke dalam mesin press, semua aksesoris yang melekat di motor, dipreteli terlebih dahulu seperti ini.


Setelah itu, barulah body motor dimasukkan ke dalam mesin press. Proses menekuk-nekuk bodi, dibantu dengan mesin hindrolik 20 ton sampai mendapatkan presisi yang persis seperti motor keluar dari pabrik.



Hasilnya memang tidak mengecewakan. Motor kembali seperti semula dan sampai sekarang, sudah normal seperti sedia kala. Karisma saya sudah kembali ke jalan yang benar... ;-)


*note :
Selama hampir 4 tahun, motor Karisma ini belum pernah sekalipun jatuh atau menabrak kendaraan lain. Eh...ndilalah, dipakai adik saya kok ya apesnya langsung babak belur. Hehehehe...nasib..nasib...;-)

Mempertanyakan aspek perawatan fasilitas publik dan komersial di Indonesia

Belum lepas ingatan setahun yang lalu tentang rubuhnya jembatan gantung di lokasi wisata Baturaden Purwokerto, lagi-lagi kita disuguhi berita tentang jatuhnya plane tower, wahana permainan di Taman Rekreasi Wonderia Semarang yang menyebabkan puluhan orang luka-luka. Setelah itu, insiden jatuhnya lift di Ratu Plaza, menambah panjang deretan daftar fasilitas publik yang diduga kurang perawatan dari pihak pengelola atau tidak digantinya komponen yang sudah aus sehingga menyebabkan jatuhnya korban yang sia-sia.

Rentetan peristiwa ini terus terang menyiutkan nyali saya yang harus sering melakukan perjalanan ke luar kota menggunakan pesawat. Pesawat-pesawat yang sudah tua dan seringnya jatuh ditambah cuaca yang buruk membuat bayangan-bayangan buruk menari-nari dalam imajinasi saya tentang kurangnya perawatan armada-armada tersebut, membuat saya harus sering berdoa selama perjalanan.

Hal ini diperparah dengan salah satu penyakit bawaan saya yaitu takut ketinggian. Bayangan saya jika naik Bianglala atau Kora-Kora di Dufan (dan sejenisnya) adalah, bagaimana kalau tiba-tiba jatuh dari ketinggian akibat tali putus atau patahnya peralatan yang ada akibat sudah aus. Terus terang saya tidak terlalu percaya bahwa fasilitas publik dan komersial di Indonesia dirawat dengan baik dan benar. Mau bilang apa? Korban sudah banyak berjatuhan seperti tautan di awal tulisan di atas.

Mudah-mudahan pengelola fasilitas publik dan komersial di Indonesia sadar bahwa aspek keamanan harus menjadi prioritas utama dalam menjalankan usaha. Perawatan dan pemeliharaan harus rutin dilakukan. Jika memang sudah aus dan saatnya diganti, ya harus diganti supaya tidak ada korban yang jatuh sia-sia lagi. Jika hal ini tidak dilakukan, nampaknya penyakit ketinggian ini akan semakin parah saya idap...;-)

Gambar diambil dari blog mas Enda

Musibah Pesawat Garuda Jurusan Jakarta-Jogja


Pagi ini, membaca detik.com dan okezone.com, sangat kaget karena diberitakan pesawat Garuda mengalami kecelakaan di Bandara Adisucipto, Jogja.

Turut berduka cita untuk keluarga yang ditinggalkan. Mudah-mudahan keluarga ditinggalkan diberikan kelapangan hati. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun...

Note :
Dapat pesan via Yahoo Messenger sbb :

"Bagi yg ingin mengecek keluarga penumpang pesawat garuda yg mengalami kecelakaan pagi ini di yogya bisa menghubungi no telp : 021-2312193 atau 2311801 ext 7205...... (tolong disebarluaskan .. karena banyak yg membutuhkan) "

Mudah-mudahan, bermanfaat..

Tautan terkait :

Foto : Okezone.com

Sepenggal cerita dari Banjir Jakarta















Indahnya hidup di Jakarta (Bagian 2 - Habis)

*maaf telat update. baru dapat akses internet Jumat,9/02/2007. itupun di warnet. selama hampir seminggu, kegiatan di kantor hampir dapat dikatakan lumpuh total. internet mati, litrik mati, telepon mati, pam mati*


Setelah melihat kantor sepi, saya putuskan untuk melihat ruangan saya dulu sebentar, apakah turut menjadi korban akibat keganasan banjir, Jumat kemarin, 2/02/2007. Sekalian buka internet, browsing atau blogwalking. Dari pemantauan sekilas, ruangan saya sih tidak ada masalah karena terletak di lantai 2. Akses internet mati rupanya karena server di kantor juga mati. Ternyata, IT support di kantor saya tidak masuk karena jalan keluar di rumahnya di daerah Tangerang, banjir. Saya lihat, jam sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB. Setelah saya pertimbangkan beberapa saat, akhirnya saya berkemas sekalian pulang saja setelah sholat Jumat. Tidak ada yang bisa saya lakukan di kantor. Sementara itu, banyak juga rekan kerja yang tidak masuk dan beberapa orang memutuskan juga pulang ke rumah siang itu lebih cepat dari biasanya.


Sebenarnya rencana siang itu, sholat Jumat di dekat kantor seperti biasanya. Namun, dari informasi rekan yang tinggal di dekat masjid kantor, masjid tersebut sudah tidak bisa dipakai lagi karena dipakai untuk parkir sepeda motor (kebetulan, lokasi masjid dekat kantor di tempat yang tinggi setelah ditimbun dengan tanah tahun lalu). Terpaksa, cari masjid lain sekitarnya. Namun, saya ingat ada keperluan transaksi di ATM BCA. Saya putuskan sekalian saja ke Mal Citraland untuk sholat Jumat (Di beberapa mal di Jakarta, banyak yang menyediakan tempat untuk sholat Jumat. Meski bertempat di parkiran mobil, lokasi yang tersedia sudah dapat dikatakan layak dan bersih. Untuk Mal Citraland, lokasi terletak di tempat parkir mobil di lantai 4).


Di halte bis biasa depan kantor, saya tunggu angkutan yang menuju ke Mal Citraland. Kok ga ada yang lewat? Kalau ada yang lewat pun, selalu penuh dan bisnya hampir miring atau ambruk… :-D. Saya putuskan jalan kaki sambil sesekali berharap ada bis atau mikrolet yang tidak terlalu penuh sesak. Namun, sampai di depan mal Citraland atau tepatnya Jalan S. Parman, ternyata semua angkot penuh sesak. Itu pun sangat jarang sekali yang lewat
Sampai di mal, segera saya cari tempat parkir lantai 4 yang biasa dipakai untuk sholat Jumat. Ternyata, sholat belum dimulai karena masih sedikitnya jamaan yang datang (tidak seperti biasanya yang penuh sesak). Setelah kira-kira banyak, sholat pun segera dimulai. Tema sholatnya ternyata sama dengan tema tempat sholat Pak Budi Rahardjo, yakni tentang perlunya bersyukur dan introspeksi diri atas banyaknya musibah yang mendera bangsa ini. Lho kok bisa sama ya ? :-D

Selesai sholat, saya makan siang dulu di foodcourt Mal Citraland Lt. 5. Hmm..tempat duduknya terlihat sepi dan lengang. Padahal, biasanya ramai. Sayangnya, saya lupa mengambil skrinsyutnya (karena keburu lapar. Hehe….) Tanpa menunggu lama setelah dihidangkan, nasi sop kambing pun tandas saya makan. Segera saya tinggalkan Mal Citraland setelah sebelumnya mampir sebentar di ATM. Tujuan pertama saya adalah ke halte busway Grogol. Sampai di halte, ternyata loket tempat penjualan sudah tutup. Ternyata, operasional busway pada hari itu ditiadakan. Walah…padahal pagi sebelumnya ketika berangkat kantor, bis TransJakarta masih bisa jalan sampai di depan kantor saya, lha…kok siangnya malah ditutup (kalau sejak pagi ditutup pasti saya sekalian ga masuk). Berikut skrinsyutnya :


Terpaksa, cari alternatif angkutan lain. Saya putuskan jalan sampai ke Grogol mencari angkutan untuk pulang. Ternyata, sampai di Grogol, situasi kurang lebih sama dengan di tempat lain. Banjir, macet dan semrawut. Berikut foto yang sempat saya ambil :



Celingukan sana-sini, banyak orang bergerombol di mulut jalan yang menggenang. Ternyata mereka sedang membetulkan motor yang mogok karena nekat melawan banjir. Jumlahnya pun banyak. Sementara, motor yang mau menerjang banjir, saya lihat juga cukup banyak. Mobil pun, sami mawon. Tapi mereka melambatkan jalannya kendaran dan mencari jalan di pinggiran yang genangannya tidak terlalu tinggi. Hal ini yang menyebabkan macet dan semrawutnya lalu lintas.


Beberapa bis besar yang saya lihat dan lewat di kolong jembatan Grogol, penuh sesak dengan jumlah penumpang. Duh..kalau saya paksakan naik bis ini, malah lebih rawan. Selain resiko kecopetan, bis juga bisa terguling karena posisi bis sudah miring akibat banyaknya penumpang. Huh, bagaimana ini? Otak kanan saya pun berpikir kenapa tidak jalan kaki saja sambil hunting foto banjir selama perjalanan. Toh, cuaca juga mendung dan waktu masih menunjukkan pukul 14.00 WIB. Tanpa berpikir lama, saya putuskan jalan kaki sampai Harmoni dari depan Grogol ini (tepatnya dari Jalan S. Parman). Sekuatnya dan kalau capek ya berhenti. Begitu niat saya.
Perjalanan dimulai. Saya cari jalan yang genangan airnya tidak terlalu tinggi. Kebetulan di depan Mal Citraland Grogol ini, terdapat air menggenang. Kira-kira ½ lutut. Tak apalah. Toh, tidak setiap hari. Sambil berjalan, saya jepret sana dan jeperet sini. Berikut foto-foto banjir di sekitar Citraland yang berhasil saya ambil :


Sempat juga, saya naik dan mengambil beberapa foto dari jembatan penyeberangan yang menghubungkan Universitas Tarumanegara dan Trisakti dengan hasil seperti ini :



Setelah dirasa cukup mengambil foto di sana-sini sekitar mal Citraland, perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Mal Taman Anggrek. Di sepanjang perjalanan, saya lihat banyak wajah-wajah kuyu dan capek yang berjalan seperti saya. Nampaknya mereka korban banjir. Ada juga beberapa orang yang nampak seperti orang kantoran, ikut berjalan seperti saya. Sempat dari mereka bertanya ke saya, kalau mau ke Tanjung Priok pakai bis apa? Halah, daerah itu kan parah banget banjirnya.

Sampai di fly over Tomang, saya berhenti sebentar. Sambil beristirahat, saya lihat beberapa tukang ojek menawarkan jasanya kepada beberapa pejalan kaki yang lewat seperti saya. Dari mencuri dengar, umumnya mereka mematok tarif yang sangat tinggi, dengan alasan banjir. Rata-rata 2 kali lipat dari harga normal. Padahal, jalan yang merekja lewati sebenarnya tidak melewati daerah banjir. Wah..masih ada juga ya orang yang tega memanfaatkan situasi seperti ini...
Perjalanan saya lanjutkan kembali. Saya susuri jalan Tomang Raya menuju Harmoni. Sesampai di tanjakan jembatan di atas sungai Banjir Kanal Barat, perjalanan saya kembali terhenti. Banjir setinggi pusar orang dewasa kembali menghadang. Saya lihat situasi terlebih dahulu. Hmm..ada median jalan yang memisahkan 2 lajur yang berlawanan arah, bisa saya lewati. Tingginya hanya selutut. Celana kantor saya cukup saya lipat sampai paha, mudah-mudahan saya bisa melewati halangan ini. Sambil jalan, tak lupa saya potret beberapa kejadian disana sebagai berikut :

















Perjalanan saya lanjutkan ke Harmoni. Di tengah jalan, banyak orang yang mengungsi dengan membawa koper-koper besar seperti ini :
Puff…akhirnya sampai juga di Harmoni. Saya lihat jarum jam menunjukkan pukul 17.00 WIB. Tiga jam berjalan kaki dari Citraland ke Harmoni !!. Total, hari itu saya berjalan dari depan kantor atau halte Indosiar ke Harmoni yang jaraknya kurang lebih 9-10 km dengan 3 kali istirahat. Lumayan pegal juga kaki. Langsung cari mikrolet menuju Terminal Senen untuk segera pulang ke rumah. Lega....


Hari itu, saya banyak mendapat pengalaman berharga. Betapa saya bisa merasakan sendiri akibat banjir yang sangat luar biasa dahsyat. Meski rumah saya di daerah Kemayoran tidak tergenang air (alhamdulillah..!), namun efeknya saya juga turut merasakan. Listrik mati, air PAM mati. Gara-gara banjir, saya juga harus kebingungan mencari alternatif rumah sakit bersalin yang mudah aksesnya dan tidak banjir seperti RSI, yang menjadi langganan saya sekeluarga. Lagi-lagi, karena banjir saya juga terhambat membawa isteri ke dokter yang didiagnosa kena penyakit cacar. Padahal sudah hamil tua. Jakarta yang sehari-hari hari sudah menyesakkan dengan kehidupannya yang keras seperti kemacetan,polusi, angka kriminalitas yang tinggi dsb, hari itu terasa lebih menyesakkan lagi. Lengkaplah sudah gambaran bahwa tidak mudah untuk hidup dan tinggal di Jakarta. Oh..indahnya hidup di Jakarta…:(

Indahnya hidup di Jakarta (Bagian 1)

Jumat pagi kemarin,2/01/2007, hujan deras mengguyur Jakarta semalaman. Sampai saya berangkat pagi tadi, hujan lebat belum berhenti. Feeling saya, pasti banjir nih jalanan (dan seperti yang kita lihat berita di berbagai media, jakarta lumpuh total akibat banjir). Saya putuskan untuk mengistirahatkan Honda Karisma kesayangan yang sudah setia menemani saya selama 3 tahun terakhir ini berangkat dan pulang ngantor. Pilihan yang paling nyaman dan rasional dalam kondisi hujan deras seperti ini (dan dipastikan banjir ataupun macet) adalah naik busway. Kebetulan jalur busway melewati seberang rumah saya dan tentunya melewati seberang kantor saya di daerah Daan Mogot Jakarta Barat.

Tepat pukul 06.45 WIB, saya keluar dari rumah menuju halte Galur Jakarta Pusat. Perjalanan lancar. Tidak ada hambatan yang berarti. Setengah jam kemudian, busway yang saya pakai sudah tiba di halte Central Harmoni. Di sinilah saya harus berganti atau transfer jalur ke koridor dua yang menuju ke kantor. Bergegas saya pindah menuju ke antrian busway koridor 2 yang menuju Kalideres. Alamak !!! antriannya sudah 200 meter lebih. Duh, gimana nih. Naik bis biasa atau tetap ikut antrian panjang ini. Salah seorang penumpang menyarankan tetap saja ikut antrian tersebut karena bis biasa sedikit yang jalan karena banjir. Akhirnya, saya ikuti antrian busway yang panjang tersebut.

Mula-mula bis berjalan lancar. Namun begitu memasuki Jl. Tomang Raya, antrian sangat panjang. Jalan macet total rupanya. Waduh…ada apa nih. Ternyata banjir besar menggenangi jalan. Tingginya setinggi ban bis besar. Saya lihat dari dalam bis, tanggul di sepanjang Banjir Kanal Barat ternyata jebol dan tumpah ke rumah dan jalan, termasuk ke Jalan Tomang Raya yang saya lewati pagi kemarin. Melihat tingginya air yang menggenangi jalanan, otomatis mobil-mobil pribadi dan motor pada ngeper dan langsung putar arah. Inilah yang menyebabkan semrawut dan macet yang sangat panjang. Dari dalam Bis Transjakarta, saya sempat memotret ketinggian banjir di Jl. Tomang Raya ini dengan kamera HP Sony Ericsson K 510i sbb :


Satu lagi ini :


Saya lihat, jarum jam menunjukkan pukul 07.45 WIB. Bis hanya bisa merayap pelan sepanjang jalan Tomang Raya karena jalur khusus busway juga dipakai oleh bis umum biasa (non busway) dan mobil pribadi yang nekat menerobos banjir. Kadang-kadang malah berhenti lama. Alhasil, jarak dari Jl. Tomang Raya ke Fly Over Tomang (kira-kira sekitar 1 km), ditempuh dalam waktu 1 jam. Sampai di Fly Over Tomang, bis berhenti total selama sekitar 3/4 jam. Dari dalam bis, saya lihat banyak penumpang bis biasa turun di Fly Over ini. Nampaknya mereka tidak sabar dan kelihatan kegerahan karena bis tidak ber-AC. Sementara, para penumpang busway yang sudah tidak sabar, juga ikut turun, meski tidak di halte. Sopir bisnya juga tanggap. Mereka memperbolehkan penumpangnya turun, meski tidak di halte. Supaya tidak melompat dari pintu tengah yang biasa dibuka ketika di halte, sopir membukakan pintu bagian depan. Suasana agak lega. Para penumpang yang tidak turun, memilih tidur karena kebetulan bisnya dilengkapi dengan AC yang sangat dingin. Suasananya, seperti ini :

Saya sendiri, memilih mengobrol dengan teman kanan kiri saya sepanjang terjebak macet tersebut.

Bis masih merayap perlahan. Begitu masuk ke jalur busway di depan Mal Taman Anggrek, lagi-lagi di depan dan di belakang bis Transjakarta yang saya tumpangi ini, sudah ada mobil pribadi dan bis biasa yang masuk ke jalur busway. Fotonya seperti ini :



Lagi-lagi, saya harus menunggu lama di jalur jalan ini. Sementara, jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.45 WIB (hihihi..sudah pasti teerlambat datang di kantor). Pelan tapi pasti, bis berjalan menuju halte selanjutnya yaitu halte Grogol. Ternyata di depan Citraland juga banjir !!!. Tingginya kira-kira sama dengan yang di Jl. Tomang Raya sebelumnya. Berikut foto-fotonya.

dan ini :




Sekitar pukul 11.00 WIB tiba di halte busway Grogol. Saya lihat, halte bis biasa, juga tergenang banjir. Fotonya berikut ini :


Di halte ini, sopir bis dan kru Busway mengumumkan kalau bis hanya sampai di halte Indosiar dan tidak sampai di tujuan akhir yaitu Kalideres karena banjir. Banyak penumpang yang bersungut-sungut dengan pengumuman ini. Mereka mencoba berdebat dengan sopir. Tapi sopir tetap berkeras bahwa bis hanya sampai di halte Indosiar. Untunglah tujuan akhir saya memang di sini. Jadi tidak ada masalah. Saya pun turun beberapa meter sebelum halte dan mengabadikan pompa bensin di seberang Indosiar yang terendam banjir seperti berikut ini :

Saya lihat, jarum jam menunjukkan pukul 11.45 WIB. Gila !!, berarti perjalanan yang biasanya saya tempuh dengan naik motor hanya setengah jam, sekarang ini saya tempuh empat jam lebih. Perjalanan terlama selama ke kantor selama 6 tahun tinggal di Jakarta !!. Saya pun bergegas menuju kantor. Halah, kantor kok sepi?? Hanya ada beberapa orang saja yang kelihatan. Sialan, ternyata banyak yang nggak masuk hari ini gara-gara banjir. Big Bos saya pun ternyata juga tidak masuk. Tahu gitu, saya juga tidak masuk juga. Huh !!! (-bersambung-)

Disclaimer : Semua tulisan di blog ini adalah pendapat pribadi dan tidak mengatasnamakan siapa pun dan institusi mana pun

Designed by Posicionamiento Web