Indahnya hidup di Jakarta (Bagian 2 - Habis)
*maaf telat update. baru dapat akses internet Jumat,9/02/2007. itupun di warnet. selama hampir seminggu, kegiatan di kantor hampir dapat dikatakan lumpuh total. internet mati, litrik mati, telepon mati, pam mati*
Setelah melihat kantor sepi, saya putuskan untuk melihat ruangan saya dulu sebentar, apakah turut menjadi korban akibat keganasan banjir, Jumat kemarin, 2/02/2007. Sekalian buka internet, browsing atau blogwalking. Dari pemantauan sekilas, ruangan saya sih tidak ada masalah karena terletak di lantai 2. Akses internet mati rupanya karena server di kantor juga mati. Ternyata, IT support di kantor saya tidak masuk karena jalan keluar di rumahnya di daerah Tangerang, banjir. Saya lihat, jam sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB. Setelah saya pertimbangkan beberapa saat, akhirnya saya berkemas sekalian pulang saja setelah sholat Jumat. Tidak ada yang bisa saya lakukan di kantor. Sementara itu, banyak juga rekan kerja yang tidak masuk dan beberapa orang memutuskan juga pulang ke rumah siang itu lebih cepat dari biasanya.
Sebenarnya rencana siang itu, sholat Jumat di dekat kantor seperti biasanya. Namun, dari informasi rekan yang tinggal di dekat masjid kantor, masjid tersebut sudah tidak bisa dipakai lagi karena dipakai untuk parkir sepeda motor (kebetulan, lokasi masjid dekat kantor di tempat yang tinggi setelah ditimbun dengan tanah tahun lalu). Terpaksa, cari masjid lain sekitarnya. Namun, saya ingat ada keperluan transaksi di ATM BCA. Saya putuskan sekalian saja ke Mal Citraland untuk sholat Jumat
Di halte bis biasa depan kantor, saya tunggu angkutan yang menuju ke Mal Citraland. Kok ga ada yang lewat? Kalau ada yang lewat pun, selalu penuh dan bisnya hampir miring atau ambruk… :-D. Saya putuskan jalan kaki sambil sesekali berharap ada bis atau mikrolet yang tidak terlalu penuh sesak. Namun, sampai di depan mal Citraland atau tepatnya Jalan S. Parman, ternyata semua angkot penuh sesak. Itu pun sangat jarang sekali yang lewat
Sampai di mal, segera saya cari tempat parkir lantai 4 yang biasa dipakai untuk sholat Jumat. Ternyata, sholat belum dimulai karena masih sedikitnya jamaan yang datang (tidak seperti biasanya yang penuh sesak). Setelah kira-kira banyak, sholat pun segera dimulai. Tema sholatnya ternyata sama dengan tema tempat sholat Pak Budi Rahardjo, yakni tentang perlunya bersyukur dan introspeksi diri atas banyaknya musibah yang mendera bangsa ini. Lho kok bisa sama ya ? :-D
Sampai di mal, segera saya cari tempat parkir lantai 4 yang biasa dipakai untuk sholat Jumat. Ternyata, sholat belum dimulai karena masih sedikitnya jamaan yang datang (tidak seperti biasanya yang penuh sesak). Setelah kira-kira banyak, sholat pun segera dimulai. Tema sholatnya ternyata sama dengan tema tempat sholat Pak Budi Rahardjo, yakni tentang perlunya bersyukur dan introspeksi diri atas banyaknya musibah yang mendera bangsa ini. Lho kok bisa sama ya ? :-D
Selesai sholat, saya makan siang dulu di foodcourt Mal Citraland Lt. 5. Hmm..tempat duduknya terlihat sepi dan lengang. Padahal, biasanya ramai. Sayangnya, saya lupa mengambil skrinsyutnya (karena keburu lapar. Hehe….) Tanpa menunggu lama setelah dihidangkan, nasi sop kambing pun tandas saya makan. Segera saya tinggalkan Mal Citraland setelah sebelumnya mampir sebentar di ATM. Tujuan pertama saya adalah ke halte busway Grogol. Sampai di halte, ternyata loket tempat penjualan sudah tutup. Ternyata, operasional busway pada hari itu ditiadakan. Walah…padahal pagi sebelumnya ketika berangkat kantor, bis TransJakarta masih bisa jalan sampai di depan kantor saya, lha…kok siangnya malah ditutup (kalau sejak pagi ditutup pasti saya sekalian ga masuk). Berikut skrinsyutnya :
Terpaksa, cari alternatif angkutan lain. Saya putuskan jalan sampai ke Grogol mencari angkutan untuk pulang. Ternyata, sampai di Grogol, situasi kurang lebih sama dengan di tempat lain. Banjir, macet dan semrawut. Berikut foto yang sempat saya ambil :
Celingukan sana-sini, banyak orang bergerombol di mulut jalan yang menggenang. Ternyata mereka sedang membetulkan motor yang mogok karena nekat melawan banjir. Jumlahnya pun banyak. Sementara, motor yang mau menerjang banjir, saya lihat juga cukup banyak. Mobil pun, sami mawon. Tapi mereka melambatkan jalannya kendaran dan mencari jalan di pinggiran yang genangannya tidak terlalu tinggi. Hal ini yang menyebabkan macet dan semrawutnya lalu lintas.
Beberapa bis besar yang saya lihat dan lewat di kolong jembatan Grogol, penuh sesak dengan jumlah penumpang. Duh..kalau saya paksakan naik bis ini, malah lebih rawan. Selain resiko kecopetan, bis juga bisa terguling karena posisi bis sudah miring akibat banyaknya penumpang. Huh, bagaimana ini? Otak kanan saya pun berpikir kenapa tidak jalan kaki saja sambil hunting foto banjir selama perjalanan. Toh, cuaca juga mendung dan waktu masih menunjukkan pukul 14.00 WIB. Tanpa berpikir lama, saya putuskan jalan kaki sampai Harmoni dari depan Grogol ini (tepatnya dari Jalan S. Parman). Sekuatnya dan kalau capek ya berhenti. Begitu niat saya.
Perjalanan dimulai. Saya cari jalan yang genangan airnya tidak terlalu tinggi. Kebetulan di depan Mal Citraland Grogol ini, terdapat air menggenang. Kira-kira ½ lutut. Tak apalah. Toh, tidak setiap hari. Sambil berjalan, saya jepret sana dan jeperet sini. Berikut foto-foto banjir di sekitar Citraland yang berhasil saya ambil :
Perjalanan dimulai. Saya cari jalan yang genangan airnya tidak terlalu tinggi. Kebetulan di depan Mal Citraland Grogol ini, terdapat air menggenang. Kira-kira ½ lutut. Tak apalah. Toh, tidak setiap hari. Sambil berjalan, saya jepret sana dan jeperet sini. Berikut foto-foto banjir di sekitar Citraland yang berhasil saya ambil :
Sempat juga, saya naik dan mengambil beberapa foto dari jembatan penyeberangan yang menghubungkan Universitas Tarumanegara dan Trisakti dengan hasil seperti ini :
Setelah dirasa cukup mengambil foto di sana-sini sekitar mal Citraland, perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Mal Taman Anggrek. Di sepanjang perjalanan, saya lihat banyak wajah-wajah kuyu dan capek yang berjalan seperti saya. Nampaknya mereka korban banjir. Ada juga beberapa orang yang nampak seperti orang kantoran, ikut berjalan seperti saya. Sempat dari mereka bertanya ke saya, kalau mau ke Tanjung Priok pakai bis apa? Halah, daerah itu kan parah banget banjirnya.
Sampai di fly over Tomang, saya berhenti sebentar. Sambil beristirahat, saya lihat beberapa tukang ojek menawarkan jasanya kepada beberapa pejalan kaki yang lewat seperti saya. Dari mencuri dengar, umumnya mereka mematok tarif yang sangat tinggi, dengan alasan banjir. Rata-rata 2 kali lipat dari harga normal. Padahal, jalan yang merekja lewati sebenarnya tidak melewati daerah banjir. Wah..masih ada juga ya orang yang tega memanfaatkan situasi seperti ini...
Perjalanan saya lanjutkan kembali. Saya susuri jalan Tomang Raya menuju Harmoni. Sesampai di tanjakan jembatan di atas sungai Banjir Kanal Barat, perjalanan saya kembali terhenti. Banjir setinggi pusar orang dewasa kembali menghadang. Saya lihat situasi terlebih dahulu. Hmm..ada median jalan yang memisahkan 2 lajur yang berlawanan arah, bisa saya lewati. Tingginya hanya selutut. Celana kantor saya cukup saya lipat sampai paha, mudah-mudahan saya bisa melewati halangan ini. Sambil jalan, tak lupa saya potret beberapa kejadian disana sebagai berikut :
Perjalanan saya lanjutkan ke Harmoni. Di tengah jalan, banyak orang yang mengungsi dengan membawa koper-koper besar seperti ini :
Puff…akhirnya sampai juga di Harmoni. Saya lihat jarum jam menunjukkan pukul 17.00 WIB. Tiga jam berjalan kaki dari Citraland ke Harmoni !!. Total, hari itu saya berjalan dari depan kantor atau halte Indosiar ke Harmoni yang jaraknya kurang lebih 9-10 km dengan 3 kali istirahat. Lumayan pegal juga kaki. Langsung cari mikrolet menuju Terminal Senen untuk segera pulang ke rumah. Lega....
Hari itu, saya banyak mendapat pengalaman berharga. Betapa saya bisa merasakan sendiri akibat banjir yang sangat luar biasa dahsyat. Meski rumah saya di daerah Kemayoran tidak tergenang air (alhamdulillah..!), namun efeknya saya juga turut merasakan. Listrik mati, air PAM mati. Gara-gara banjir, saya juga harus kebingungan mencari alternatif rumah sakit bersalin yang mudah aksesnya dan tidak banjir seperti RSI, yang menjadi langganan saya sekeluarga. Lagi-lagi, karena banjir saya juga terhambat membawa isteri ke dokter yang didiagnosa kena penyakit cacar. Padahal sudah hamil tua. Jakarta yang sehari-hari hari sudah menyesakkan dengan kehidupannya yang keras seperti kemacetan,polusi, angka kriminalitas yang tinggi dsb, hari itu terasa lebih menyesakkan lagi. Lengkaplah sudah gambaran bahwa tidak mudah untuk hidup dan tinggal di Jakarta. Oh..indahnya hidup di Jakarta…:(
11:43 AM
|
Labels:
perjalanan
|
This entry was posted on 11:43 AM
and is filed under
perjalanan
.
You can follow any responses to this entry through
the RSS 2.0 feed.
You can leave a response,
or trackback from your own site.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
Wow... what an amazing journey! Thanks for sharing... foto2nya bagus untuk dikenang oleh pemerintah!
wah, hidup ada manisnya ada pahitnya juga mas!
@ ollie
hihihi..betul. bagus untuk dikenang. tapi belum cukup. harus ada upaya dari pemerintah, supaya tidak banjir lagi. kejadian kemarin. cukup kemarin saja.
@sutrisno mahardika
betul juga yak??
Walah! Jalan kaki 3 jam?! Kebayang deh serunya. Salut mas..
Mungkin inilah aktualisasi dari hadist Nabi: ".. jika sesuatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggu saja saat kehancurannya.."
Anyway, nice pictures! Salam kenal :-)
Post a Comment