Kesimpangsiuran Informasi
Petang kemarin, Minggu 21 Januari 2006, ketika sedang asyik menikmati Bajaj Bajuri edisi Narik Lagi bersama isteri di TransTV, tiba-tiba muncul "gangguan" di tengah-tengah acara sinetron kesukaan kami tersebut. Bukan iklan seperti biasanya. Namun informasi dari BMG yang berupa stop ad berupa tulisan yang mengabarkan bahwa telah terjadi gempa berkekuatan 6,7 SR di Manado Sulawesi Utara dan berpotensi tsunami. Dengan back sound sirine yang berkepanjangan dan berdurasi sekitar 30-40 detik, informasi ini cukup menarik perhatian penonton. Refleks saya raih remote control untuk memindahkan kanal ke stasiun televisi lain. Hmmm…tidak ada informasi apa pun yang saya dapat dari televisi lain. Semua masih riuh rendah dengan acaranya sendiri. Namun tak lama sekitar 10 menit kemudian, saya baca di news ticker atau berita yang diinformasikan berjalan dari kanan ke kiri di stasiun Anteve (per tanggal 19 Januari 2006 kemarin atau hari Sabtu, channel Indovision berbayar di tempat saya, sudah bisa menangkap sinyal Anteve. Hore, saya bisa lihat Dian Sastro di acara Super Milyarder 3 Milyar lagi. Terima kasih Indovision. Mudah-mudahan bukan karena komplain email saya langsung ke manajemen Indovision atau tulisan saya terdahulu tentang menghilangnya channel Lativi) yang inti pesannya sama dengan TransTV.
Pada menit ini, saya masih biasa-biasa saja dengan informasi ini. Namun tiba-tiba di layar televisi SCTV saya, muncul tulisan biru di tengah-tengah yang berasal dari Indovision yang menyatakan informasi serupa namun dengan catatan TIDAK BERPOTENSI TSUNAMI. Lho kok beda dengan informasi dari TransTV sebelumnya ?
Kebingungan saya ini lenyap ketika RCTI menayangkan breaking news sekitar pukul 7 dengan pembawa berita, Mbak Chandra Sugarda yang menyatakan bahwa informasi yang terjadi adalah benar dan memang terjadi gempa di Manado yang cukup besar namun tidak berpotensi tsunami. Bahkan Mbak Chandra sampai mengadakan telekonferensi dengan koresponden RCTI di Gorontalo dan menitipkan pesan bahwa gempa yang terjadi disana tidak mengakibatkan tsunami dan masyarakat diharapkan tidak panik.
Saya melihat, kesimpangsiuran informasi ini sangat perlu disesalkan. Informasi yang tidak akurat dan simpang siur ini dapat berakibat fatal bila tidak benar mengolahnya. Kekhawatiran saya terjadi. Dalam berita di kompas.co.id dengan tautan di sini, masyarakat disana sangat panik akan gempa yang terjadi ini. Semua berlari ke arah Tomohon. Jalanan jadi macet dan dilaporkan sempat kacau. Saya jadi teringat kota kelahiran saya, Jogja saat gempa kemarin. Masyarakat serentak berlari ke arah utara atau ke arah Kaliurang ketika terjadi isu akan adanya isu tsunami pasca gempa. Akibatnya banyak orang luka-luka akibat kendaraan saling bertabrakan, kaki keseleo dan terinjak karena berdesak-desakan di jalan dsb. Mudah-mudahan masyarakat di Manado tidak sampai demikian akibat manajemen komunikasi yang buruk dalam menyampaikan informasi tentang gempa dan tsunami ini. Okelah, boleh saja petinggi di di negeri ini berkilah jika benar-benar terjadi tsunami seperti di Pangandaran beberapa waktu yang lalu, mereka pasti yang akan disalahkan. Oleh sebab itu, bilang saja berpotensi tsunami sehingga masyarakat menjadi siap jika benar-benar terjadi tsunami. Jika hal ini yang diinginkan, mestinya, selain memberitahukan lewat media (saya sangat respek dengan cara ini), perlu juga dilengkapi pesan kira-kira seperti ini : Masyarakat dihimbau waspada dan tetap tenang. Tidak perlu panik. Carilah tempat atau bukit yang tinggi. Jangan berdesak-desakan dan ingatlah keselamatan diri anda dan keluarga.
Ketidakprofesionalan dalam mengelola komunikasi ini tidak hanya terjadi di institusi resmi pemerintah saja. Dalam dunia swasta pun di negeri ini, manajemen komunikasi yang profesional juga sangatlah jauh panggang daripada api. Contoh yang paling jelas dan aktual adalah kasus menghilangnya pesawat Adam Air. Manajemen Adam Air terlihat sangat buruk sekali dalam mengelola informasi yang terjadi, day by day. Bola dibiarkan lari liar kemana-mana. Manajemen Adam Air jarang muncul di hadapan publik. Konon, rekan saya yang wartawan pun juga mengeluhkan susahnya mencari narasumber dari pihak Adam Air untuk konfirmasi beberapa berita yang menuntut penjelasan langsung dari mereka. Spekulasi akhirnya merebak dimana-dimana seperti kita ketahui. Oleh sebab itu, saya pun tidak menyalahkan kepada wartawan jika mereka mencari informasi dan berspekulasi sendiri akibat tidak adanya manajemen komunikasi yang tepat dari Adam Air.
Dalam hal ini, tentu saya tidak menggenarisir bahwa semua institusi di negeri ini sangatlah jelek dalam mengelola informasi. Tetap saja, ada beberapa lembaga yang cukup bagus mengelola sebuah informasi, meski dapat dikatakan itu pun belum maksimal. Saya mengangankan, seandainya pemerintah kita memiliki semacam posko atau media center yang siap 24 jam menerima informasi dari sumber terpercaya, mengolahnya secara benar dan akurat selanjutnya menginformasikan kepada masyarakat melalui semua channel komunikasi seperti televisi, radio, web internet dsb, apa sebenarnya yang terjadi dan bagaimana sebaiknya bertindak tentu kepanikan seperti isu tsunami di Jogja dan Manado tersebut tidak akan terjadi. Dalam konteks kasus hilangnya pesawat Adam Air, manajamen Adam Air semestinya segera membentuk satgas begitu musibah itu terjadi atau membentuk semacam media center dengan orang-orang yang pro aktif mencari, mengolah informasi dan membeberkan informasi penting kepada setiap wartawan atau pun keluarga korban yang membutuhkannya sehinga kesimpangsiuran informasi tidak akan terjadi. Dari dua kejadian yang baru saja terjadi diatas, nampaknya kita masih harus banyak belajar lagi tentang bagaimana sebaiknya mengelola komunikasi yang tepat tentang suatu hal terutama dalam kondisi darurat atau krisis.
technorati tags:Televisi, Komunikasi
11:44 AM
|
Labels:
Komunikasi,
televisi
|
This entry was posted on 11:44 AM
and is filed under
Komunikasi
,
televisi
.
You can follow any responses to this entry through
the RSS 2.0 feed.
You can leave a response,
or trackback from your own site.
17 comments:
Namun informasi dari BMG yang berupa stop ad berupa tulisan yang mengabarkan bahwa telah terjadi gempa berkekuatan 6,7 SR di Manado Sulawesi Utara dan berpotensi tsunami.
Ini yang paling mengecewakan. Dikala instansi resmi yang diharapkan dapat menjadi "narasumber dari segala narasumber" ternyata menyediakan informasi yang menyesatkan. Sama seperti kasus Adam Air, dimana seorang Menteri Perhubungan dapat mengeluarkan press release bahwa pesawat Adam Air telah ditemukan oleh tim SAR walaupun pada kenyataannya tidak.
kalo dalah gempa kemren kaya'nya emang BMG salah perhitungan, yang kemudian diralat .. beda dengan adamair yang memang gak di cek en ricek :)
kadang kala memang teman teman jurnalis TV suka kebablasan, liat saja pola infotainment, tayangin dulu, ( daripada keduluan TV lain), heboh,,trus tinggal koreksi kalau ada yang salah,
@ adhisimon
inilah jika informasi dan komunikasi tidak dikelola secara baik. saya jadi kasihan sama keluarga yang jadi korban.
@snydez
yang saya permasalahkan bukan ralatnya mas, tapi me-manage informasi untuk dikomunikasikan ke masyarakat. saya yang memiliki background di bidang komunikasi, melihat hal ini sangatlah fatal. kabarnya, akibat kesimpangsiuran info semacam ini, waktu gempa di jogja dulu, banyak korban yang sia-sia.
@ iman
kode etik dan tanggung jawab moral media di indonesia memang masih memprihatinkan mas.jika tidak menyangkut nyawa manusia,mungkin tidak terlalu masalah. meski demikian, hal ini jangan terus dijadikan pembenaran untuk menyiarkan berita "yang penting tayang, benar tidaknya urusan belakang"
Menurutku sih info yg dikirim bmg udah sesuai prosedur (terlepas dr ternyata tdk terjadi tsunami), karena beberapa ciri terjadinya tsunami sudah terlihat (kekuatan gempa diatas 6.5 SR, terjadi di laut, air laut sempat surut). Jangan sampai dg kita menyalahkan bmg nanti mereka jadi takut/terlambat meneruskan informasi seperti ini (seperti bencana yg sudah2). Toh info yg diberikan pun sudah ada keterangan "berpotensi". Kalau saya ndak salah, sebenarnya seluruh stasiun TV wajib meneruskan info dr bmg ini, kebetulan waktu kejadian kemaren, saya sedang melihat antv di rumah teman, sayangnya saya cari remote unt melihat stasiun tv lain gak nemu, beberapa teman yg melihat stasiun tv lain bilang hanya 2 stasiun yg tdk membroadcast info ini (sctv dan satu lagi lupa stasiun apa gitu). Oh iya, menurutku jg ini bukan kesimpang siuran info, setelah info awal diterima, kurang lebih sekitar 20menit kemudian baru bisa lebih dipastikan terjadi/tidaknya tsunami. jadi memang setelah kurun waktu itu, bmg wajib mengupdate informasinya. mudah2an bermanfaat.
memang mestinye lebih hati2 gak terburu2 menginformasikan kadang temen2 jurnalis ini tanpa konfirmasi yg penting beritanya lebih dulu..
bersyukur saya tidak punya Tv..* halah gak ada hubungane*
Ga mungkin ya BMGnya salah ketik? Hehehe..
Tapi saya setuju dengan mas dheche, mungkin saja pas berita awal bakal ada tsunami, BMG belum bisa memastikan bahwa ada tsunami atau tidak (tapi kemungkinan bisa), tapi informasi itu harus sampai. Baru setelah diketahui berpotensi atau tidak, diperbaiki. Walaubagaimanapun BMG kan punya tanggungjawab untuk ini. Kalau gak sigap, nyawa orang-orang yang kena.
Betul mas bram, seandainya bmg harus menunggu sampai 20mnt-an (sampai benar2 yakin akan terjadi tsunami ato tidak), mungkin info ini akan terlambat bagi saudara2 kita yang hidup di pesisir pantai. Mungkin yg perlu diperbaiki adalah sosialisasi yg lebih intens ttg segala macam kemungkinan bencana yg bakal kita hadapi dan lebih mengenal ciri-cirinya. Dan tentunya jg mensosialisasikan kpd seluruh aparat di lokasi, bagaimana mereka harus menyikapi seluruh info yg diterima dr instansi terkait.
wah memang parah indonesia. Jadi kalou informasi penting2 dan genting saja seperti ini, bagaimana dengan informasi setiap hari, stok sembako, jumlah penganggur, hutang negara, ahh.
@ laksono
bukan terburu-buru mungkin mas. tepatnya informasi yang tepat dan jelas
@ bram & dheche
saya tidak mempersalahkan informasi dari BMG-nya mas. setuju banget dengan cara tersebut, hanya diperlukan penjelasan adanya info tersebut. saya sangat setuju sekali dengan sosialisasi.
@ jonijontor
itu yang saya bilang mas. nampaknya kita perlu masih banyak belajar lagi tentang hal ini..;-D
Saya lihat pas berita di Metro TV juga kaget karena tiba2...ada warning! gempa yang berpotensi Mbak YU Sunami...kemudian setelah sekian lama lihat lagi,,ehh tidak berpotensi Tsunami...Kalau di BMG 6,7 SR. tapi kalau di dari data BMG Hongkon katanya sekitar 7,2 SR..??Mana yang valid ya??
Inilah yang paling khas dan unik di Indonesia yaitu penuh dengan kesimpang siuran Informasi// :P
pertama deh loe!
jangan suka nge-spam "pertama" do blog orang mas!
ngga enak ngeliatnya...
@ anonymous
oh..itu termasuk spam ya? baru tahu... ;-D
*garuk-garuk kepala gak gatel*
eniwe, kalo kasih komen gak pake link atau jatidiri tuh termasuk spam ga?
kekekekek..:-D
Malah saya kaget ada suara melengking tinggi dari televisi, dikiranya televisi rusak.
Kalau saya, ada gempa apakah terjadi tsunami or tidak, yang penting menyelamatkan diri ke tempat aman.
Saya pribadi ga peduli apakah informasinya salah atau tidak. yang penting selamat dulu ;))
Waks.. Kalau bilang "PERTAMAX" termasuk SUPAM yah? Hihi.. Saya malah sering bilang seperti itu hihi..
Niwe Mas Cahyo, suka sekali yah mengamati dunia pertelevisian dan siarannya termasuk berita2nya? Hehe.. buat televisiwatch.org aja Mas?
*kerjap2*
Hmm memang menyesatkan sih yang di Trans, tapi saya rasa kita gak bisa menyalahkan langsung.
Soalnya memang menurut sumber2 terdahulu, gempa sekitar hampir 7SR itu berpotensi tsunami. Dan efek gempa (tsunami) itu memang baru bisa diketahui bbrp menit setelahnya (krn indo gak punya alatnya).
Jadi saya rasa itu karena Trans yang pertama nampilin infonya, jadi blm update. Setelah beberapa menit kan baru ketauan apa ada potensi tsunami atau enggak.
Jadi salah BMG donk? Hmm ya salahnya karena gak punya alat deteksi, jadi hanya berdasarkan perkiraan kalo hampir 7SR berarti potensi tsunami.
Menurut saya sih gitu..
*IMHO*
koq gambarnya peyempuan
Post a Comment